GOTVNEWS, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menggelar pelatihan bertajuk ‘Keamanan Jurnalis Perempuan untuk Mengatasi Kekerasan Berbasis Gender’ yang dilaksanakan di Jakarta pada 25-26 Januari 2025.
Pelatihan ini diikuti oleh sejumlah jurnalis perempuan dari berbagai daerah di Indonesia, dengan tujuan memperkuat pemahaman dan keterampilan mereka dalam menghadapi tantangan keamanan, baik di ranah digital maupun fisik.
Peserta mendapatkan materi terkait berbagai ancaman yang sering dihadapi jurnalis perempuan, seperti peretasan, intimidasi berbasis gender, dan pelanggaran privasi. Selain itu, mereka juga dibekali konsep keamanan digital holistik, termasuk cara melindungi identitas digital dan mengelola privasi secara efektif.
Salah satu narasumber, Ellen menjelaskan pentingnya pelatihan ini untuk memperkuat kapasitas jurnalis perempuan, terutama dalam aspek keamanan digital.
“Jadi pelatihan ini memang ditujukan untuk jurnalis perempuan dan memang penting ya, karena jurnalis perempuan butuh ditingkatkan kapasitasnya,” kata Ellen.
“Terutama terkait dengan keamanan digital, karena sekarang kehidupan seseorang itu sudah berkelindan dengan teknologi digital baik untuk urusan personal maupun urusan profesional,” sambungnya.
Menurut Ellen, literasi digital tidak hanya soal penggunaan, tetapi juga keamanan penting untuk ditingkatkan. Apalagi dengan kerja-kerja jurnalis yang banyak meliput hal-hal sensitif.
“Jurnalisnya perlu dikapasitasi sehingga lebih aman dalam menjalankan kerja-kerjanya,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti soal peningkatan jumlah pelaporan kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) dalam beberapa tahun terakhir. Katanya, tren ini menunjukkan bahwa meskipun kekerasan semakin sering terjadi, kesadaran korban untuk melaporkan kasus juga semakin meningkat.
“Jadi kalau kita bisa melihat situasi seperti ini, ya tentunya penting sekali jurnalis terutama yang perempuan terkapasitasi juga tentang isu-isu terkait dengan kekerasan berbasis gender online,“ tuturnya.
Pelatihan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pemahaman soal isu tersebut, tetapi juga mengadvokasi terciptanya sistem dukungan bagi jurnalis perempuan, baik dari kantor, organisasi profesional, maupun komunitas. Dukungan ini menjadi penting untuk menjaga semangat mereka dalam memperjuangkan isu-isu kemanusiaan dan keadilan sosial.
Sementara itu, salah satu peserta, Kiki, menyampaikan bahwa pelatihan ini sangat relevan untuk menghadapi ancaman digital yang semakin kompleks.
“Ancaman digital bukan lagi hal sepele. Sebagai jurnalis, kita harus paham bagaimana melindungi diri, apalagi saat informasi yang kita bawa bisa jadi target serangan,” ujarnya.
Dengan pelatihan seperti ini, diharapkan jurnalis perempuan dapat terus bekerja dengan aman sambil tetap berkontribusi pada pelaporan isu-isu penting, termasuk penegakan hak asasi manusia. (Frh)