GOTVNEWS, Tanjungpinang – Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Gurindam Kepri terus berupa membantu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, untuk mencapai hasil yang maksimal sebagai Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA).
Konselor Puspaga Gurindam Kepri dan Pemerhati Anak, Sudirman Latief, mengatakan, untuk mencapai hasil yang maksimal, Kabupaten/Kota di Provinsi Kepri telah melakukan berbagai upaya, dalam mewujudkan pemenuhan dan perlindungan khusus anak.
Pada hasil evaluasi tahun 2023 lalu, kata Latief, Kabupaten/Kota di Kepri mendapatkan sejumlah peringkat diantaranya ;
- Kota Batam memperoleh peringkat Nindya
- Kota Tanjungpinang memperoleh peringkat Madya
- Kabupaten Bintan memperoleh peringkat Madya
- Kabupaten Natuna memperoleh peringkat Madya
- Kabupaten Karimun memperoleh peringkat Pratama
- Kabupaten Anambas memperoleh peringkat Pratama
- Kabupaten Lingga memperoleh peringkat Pratama
“Untuk evaluasi KLA tahun 2025 ini sedang dalam proses, hasilnya akan di umumkan pada Juni mendatang. Dari hasil evaluasi nanti beberapa Kabupaten/Kota disusulkan akan mendapatkan kenaikan peringkat,” ucap Latief, Rabu (21/5/2025).
Latief menyebutkan, Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) merupakan sebuah cita-cita dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah dalam mewujudkan lingkungan yang layak bagi anak-anak. Sehingga mereka akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, terpenuhi hak-haknya dan terlindungi dari kekerasan.
Untuk mewujudkan lingkungan yang layak tersebut, ungkap Latief, diperlukan sebuah system yang mampu mengintegrasikan seluruh sumber daya sehingga pelaksanaannya dapat terus berlanjut dan berkembang.
System tersebut tertuang dalam bentuk pemenuhan indikator-indikator yang akan memperlihatkan bagaimana sebuah Kabupaten/Kota dapat dikatakan layak bagi tumbuh kembang anak.

“Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Konvensi Hak Anak atau Convention on the Rights of the Child (CRC) diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-Hak Anak, lalu dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta perubahan kedua dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 yang memasukan dua pilar utama yaitu pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak,” jelasnya.
Latief menuturkan, KLA terdiri dari beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan suatu daerah dalam upaya memenuhi hak-hak anak dan melindungi anak dari kekerasan. Indikator ini akan dievaluasi setiap tahun mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pemerintah pusat.
Dalam KLA terdapat kluster yang dievaluasi yakni Kelembagaan yang berisi terkait capaian regulasi, penyediaan anggaran dan keterlibatan lembaga masyarakat, media dan dunia usaha.
Kluster Hak Sipil dan kebebasan yang mengukur capaian terkait cakupan administrasi akte kelahiran dan kartu identitas anak, dan keterlibatan anak dalam berpartisipasi. Kluster Keluarga dan Pengasuhan Alternatif yang mengukur terkait pengasuhan dalam keluarga dan diluar keluarga, pencegahan perkawinan anak dan fasilitas umum untuk anak.
Kluster Kesehatan dasar dan Kesejahteraan yang mengukur capaian terkaita kesehatan Ibu dan anak. Kluster Pendidikan dan pemanfaatan waktu luang serta kegiatan budaya yang mengukur capaian sekolah ramah anak serta upaya perlindungan anak dalam dunia pendidikan.
Kemudian, kluster perlindungan khusus yang mengukur capaian atas upaya pencegahan dan penanganan terhadap anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
Peroleh peringkat yang diapresiasi dalam bentuk penghargaan jelas Latief, sesungguhnya bukanlah tujuan utama namun hanya merupakan bonus atas hasil yang telah dicapai, karena benefit yang sesungguhnya diterima dan dirasakan oleh anak-anak itu sendiri yang juga merupakan warga masyarakat yang memiliki hak yang sama yang berkisar 1/3 dari jumlah penduduk kabupaten/kota tersebut.
“Mewujudkan Kabupaten/Kota yang layak anak berarti telah memenuhi 1/3 hak warganya,” ungkapnya. (ADV)