EkonomiMetropolis

Sri Mulyani Pangkas Anggaran Rp256 Triliun, 16 Pos Belanja Ini Kena Efisiensi

GOTVNEWS, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan surat edaran yang menginstruksikan kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja. 

Kebijakan ini merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang memandatkan efisiensi anggaran hingga Rp256,1 triliun.

Surat bernomor S-37/MK.02/2025 tersebut menekankan bahwa langkah ini bertujuan untuk mendukung optimalisasi penggunaan anggaran negara dalam rangka mencapai prioritas pembangunan nasional.

Setiap menteri atau pimpinan lembaga diminta mengidentifikasi rencana efisiensi berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah, rupiah murni pendamping, PNBP-BLU, serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tidak termasuk dalam kebijakan efisiensi ini, kecuali dana tersebut tidak dapat diserap hingga akhir tahun anggaran 2025.

Rencana efisiensi anggaran harus disampaikan kepada DPR dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Anggaran (DJA) paling lambat 14 Februari 2025.

Apabila hingga batas waktu tersebut laporan revisi belum diterima, Kementerian Keuangan dan DJA akan mencantumkan revisi tersebut secara mandiri dalam catatan halaman IV A Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini diharapkan dapat memastikan anggaran negara digunakan secara efektif dan efisien untuk mendukung pembangunan, mengingat tantangan ekonomi global dan kebutuhan untuk memperkuat belanja strategis.

“Dengan efisiensi anggaran ini, pemerintah berharap dapat memaksimalkan hasil pembangunan tanpa mengorbankan layanan publik atau program prioritas yang bersifat mendesak,” kata Sri Mulyani dalam SE tersebut.

Berikut rincian pemotongan anggaran yang persentase pemangkasannya bervariasi pada 16 pos belanja, antara lain:

1. Alat tulis kantor (ATK): 90%

2. Kegiatan seremonial: 56,9%

3. Rapat, seminar, dan sejenisnya: 45%

4. Kajian dan analisis: 51,5%

5. Diklat dan bimtek: 29%

6. Honor output kegiatan dan jasa profesi: 40%

7. Percetakan dan suvenir: 75,9%

8. Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan: 73,3%

9. Lisensi aplikasi: 21,6%

10. Jasa konsultan: 45,7%

11. Bantuan pemerintah: 16,7%

12. Pemeliharaan dan perawatan: 10,2%

13. Perjalanan dinas: 53,9%

14. Peralatan dan mesin: 28%

15. Infrastruktur: 34,3%

16. Belanja lainnya: 59,1%

Efisiensi ini mencakup belanja operasional dan non-operasional, namun tidak berlaku untuk belanja pegawai dan bantuan sosial. (Alt)

Berita Terkait