GOTVNEWS, Tanjungpinang – Ketua Karang Taruna Kepulauan Riau (Katar Kepri), Fachrul Z Ahmad, yang akrab disapa Waklong, menyayangkan pernyataan bernada sindiran yang dilontarkan Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, kepada Gubernur Kepri, Ansar Ahmad.
Menurut Waklong, sindiran tersebut menyepelekan upaya kepala daerah di Indonesia, khususnya di Kepri, yang tengah menggali potensi daerah demi kesejahteraan masyarakatnya.
“Mungkin itu dianggap sekedar seloroh, tapi masyarakat menyaksikan apa yang dilakukan oleh para elit pejabat pemerintah,” kata Waklong di Tanjungpinang, Kamis (1/5/2025) petang.
“Narasi yang disampaikan seharusnya yang memberikan harapan karena lembaga DPR adalah salah satu produsen regulasi, bukan mengejek semangat anak bangsa untuk mengelola atau mengembangkan potensi yang ada di daerah,” sambungnya.
Mengutip Kompas.com, dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Mendagri, Gubernur, serta Bupati/Walikota, Rifqinizamy menyindir Gubernur Ansar dengan membandingkan atribut jabatan Gubernur Kepri dengan Gubernur DKI Jakarta.
“Pak Gubernur Ansar (Gubernur Kepri) ini bajunya saja sama dengan Mas Pramono (Gubernur Jakarta), sama-sama gubernur. Tapi angkanya jauh,” ujar Rifqinizamy saat memberikan keterangan dihadapan wartawan, Rabu (30/4/2025).
Fachrul menilai pernyataan tersebut kurang tepat dan menganggap bahwa Komisi II DPR RI seharusnya menjadi instrumen yang mendukung pemerintah daerah melalui narasi dan kebijakan yang positif.
“Bagaimana daerah bisa memaksimalkan potensi yang ada di daerahnya jika kewenangan mengelola potensi itu belum memiliki dasar hukum atau masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sehingga daerah hanya bisa pasif dalam pengelolaan sumber daya yang ada di daerahnya,” papar Waklong.
Ia menambahkan bahwa tugas regulatif Komisi II DPR RI adalah memberikan ruang bagi daerah untuk mengembangkan semangat pembangunan, bukan justru menahan atau merendahkan upaya tersebut.
“Komparasi yang dilakukan harusnya lebih akademik melalui penelitian atau berdasarkan data,” tegasnya.
Waklong juga menyoroti bahwa Kepri memiliki karakteristik unik sebagai provinsi dengan luas daratan kecil-hanya sekitar empat persen dan sebagian besar wilayahnya berupa laut.
Ia menilai justifikasi terhadap kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kepri perlu mempertimbangkan keberpihakan regulasi terhadap kewenangan pemerintah daerah.
“Kepri berbeda dari daerah lain. Selain luas daratan sedikit, Kepri juga merupakan pintu gerbang atau teras Indonesia sebagai perbatasan,” jelasnya.
Waklong menekankan pentingnya pengesahan UU Provinsi Kepulauan sebagai solusi untuk memaksimalkan potensi kelautan dan memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah.
“Minimal diselenggarakan kajian publik. Tapi kalau stagnan, seakan ada keengganan untuk memberikan kewenangan kepada daerah,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa semangat UU Provinsi Kepulauan selaras dengan cita-cita pembentukan Provinsi Kepri, yaitu untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan. Hal ini juga mendukung visi pembangunan Presiden Prabowo Subianto yang berfokus pada pembangunan dari wilayah terkecil, yakni desa.
“Regulasi untuk daerah seperti Kepri tidak bisa disamakan dengan daerah daratan karena semangat kemaritiman yang sudah melekat sejak lama,” pungkasnya. (Alt)